Selamat Menikmati Blogku by Teguh Runtukahu

Senin, 27 Oktober 2014

Yang Terlupakan




Sepasang mata itu kini kembali berada dihadapanku, sepasang mata yg sungguh tak asing lagi bagiku, sepasang mata yg sekitar 12 tahun lalu begitu akrab denganku, sepasang mata yg dulu begitu menaruh harapan besar bagiku, sepasang mata yg dulu begitu berbinar.

Tapi tidak dengan yg ada dihadapanku saat ini, sepasang mata yg sama, namun dengan tatapan yg berbeda. tatapan yg menggambarkan suatu kepasrahan, keletihan dan kekecewaan. Sorot mata yg dulu selalu membuatku berbunga-bunga, kini justru membuatku gelisah. sorotan mata itu kini seolah sedang menghakimiku.

“ Mengapa dulu kamu menolak permintaanku hen? Mengapa kamu justru menghindar..? ” mulai berkata bibirnya, bibir yg dulu selalu membuatku gemas untuk melumatnya, kini dibaluri dengan lipstick, walaupun tidak terlalu tebal, mungkin hanya sekedar untuk membuatnya agar tidak terlihat terlalu pucat.

“ Waktu itu aku masih terlalu muda win, aku samasekali belum memiliki keberanian untuk itu..apalagi waktu itu aku harus menyelesaikan kuliahku di jogja ” jawabku. sebuah jawaban yg egois, dan seolah ingin lepas tangan.

“ Aku paham hen, dan alasanmu itu memang bisa dimaklumi, dan akupun bisa menebak, pasti alasan itu yg akan terlontar dari mulutmu..” ucapnya, sebuah ucapan yg aku rasakan bagaikan sebuah cibiran.

Kursi-kursi kosong di Kafe dikawasan selatan kota Jakarta itu berangsur-angsur mulai diisi pengunjung, alunan musik lembut yg terdengar dari sound system tak mampu menghanyutkan aku kedalam suasana yg rilek, perasaanku masih seperti tadi, gundah.



********
12 tahun lalu,

Seperti biasa, dalam 4 bulan belakangan ini, semenjak Winda menjadi pacarku, kami selalu pulang bersamaan, dan dengan setia aku selalu mengantarnya pulang dengan sepeda motorku.

Winda memang cantik, walaupun bukanlah gadis tercantik di SMU tempatku itu, masih ada beberapa gadis lain yg lebih cantik dari winda. Namun entah mengapa, winda lebih menarik perhatianku, untuk alasan yg akupun tidak bisa menjelaskannya. Terlepas winda memang memiliki wajah yg manis, imut, hidung mancung dengan kulitnya yg putih bersih. Dan yg membuat aku selalu gemas, bila aku melihat bibirnya yg mungil yg selalu tampak basah berkilat oleh sapuan lidahnya. Namun itupun bukanlah alasan yg paling utama sehingga aku memutuskan untuk memacari winda, banyak juga gadis-gadis lain yg memliki kriteria seperti winda, bahkan lebih.

“ Woooii… kemana aja ditungguin dari tadi..” protesku pada winda, karena aku harus menunggunya hampir setengah jam.

“ Sory ya cayaaang… tadi ada urusan sedikit dikantor guru BP..” jawab winda, sebuah perkataan sayang yg selalu membuatku berbunga-bunga, sepertinya kata-kata winda yg seperti itu selalu mampu mencairkan perasaanku yg dalam kondisi yg marah sekalipun.

“ Hen, ngomong-ngomong selama ini aku belum pernah kerumah kamu, dan aku juga belum tau rumahmu itu dimana, sebaliknya tiap malem minggu kamu selalu apel kerumahku… gimana kalau sekarang aku main kerumah kamu..” ujar winda memberi usul.

Memang selama 4 bulan kami berhubungan, belum pernah sekalipun winda berkunjung kerumahku, dan memang sudah sewajarnya jika winda sesekali ingin berkunjung.

“ Tumben, baru ngomong sekarang… kirain enggak sudi main kerumahku..” ujarku menggoda.

“ Iiihh, suka gitu deh… abis kamu sendiri enggak pernah nawarin sih..” rajuknya sambil mencubit lenganku.

“ Oke deh, ayo..” ajakku, seraya winda membonceng dibelakangku.

Dan tak berapa lama sepeda motorku meluncur melintasi lalu-lintas Jakarta yg padat.

*******

“ Assalamualaikuuuuummm… ma..mama… ini winda datang ma..” teriakku, memanggil ibuku.

Aku memang sangat dekat dengan ibuku, sering aku curhat dengan ibu, termasuk tentang kedekatanku dengan winda, sehingga ingin sekali aku memperkenalkannya pada winda.

“ Wah… ibu baru keluar tuh mas hendra, katanya sih mau kondangan ke bogor gitu…” yg menjawab adalah mbok surti, wanita setengah baya yg semenjak aku lahir sudah bekerja dirumahku.

“ Ya udah lah kalo begitu mbok.. oh iya win, ini kenalin mbok surti, dia sudah lama bekerja dirumahku, bahkan sebelum aku lahir, mbok surti walaupun cuma pembantu disini tapi udah kita anggap seperti keluarga sendiri lho win..” terangku.

“ Saya winda, apa kabar mbok? “ sapa winda dengan ramah, sambil mencium tangan mbok surti, yg justru membuat mbok surti menjadi salah tingkah karna sadar akan posisinya sebagai pembantu.

Inilah salah satu yg membuatku kagum dengan winda, sikapnya yg sopan, ramah, dan selalu menghormati orang yg lebih tua, serta tak pernah memandang seseorang dari setatus sosialnya, walau dengan seorang pembantu sekalipun.

“ Ya udah win, kita langsung masuk aja.. “ ajakku kepada winda yg masih berdiri dibelakangku.

“ Tolong siapin makan buat kami berdua ya bi…” ujarku, pada bi surti.

Selesai makan siang kami duduk diruang santai sambil menyaksikan acara tv, setengah jam sudah kami duduk berdampingan disofa.

Sebenarnya kami sudah sering duduk berdampingan berdua seperti sekarang ini, terutama setiap sabtu malam yg biasanya aku ngapel kerumah winda, dan itupun kami hanya sekedar ngobrol atau sesekali bercanda, senggol-senggolan, tak lebih dari itu. Sebenarnya ada keinginanku untuk mencium bibirnya yg menggemaskan itu, tapi aku tak memiliki keberanian untuk itu, karna memang disaat aku ngapel kerumahnya, selalu saja kedua orang tuanya ada disana.

Berbeda dengan yg saat itu, saat dirumahku. Saat itu rumahku sepi, seperti biasa ayahku sedang berada dikantornya, dan hingga menjelang malam baru tiba dirumah. Dan ibuku seperti yg dikatakan mbok surti, sedang pergi kondangan diBogor bersama dengan adikku. Dan mbok surti, sekitar lima menit yg lalu keluar untuk menengok familinya yg sakit, katanya sebelum mahgrib baru dia akan pulang, begitu katanya.

Suasana yg seperti itu membuatku terpancing untuk melakukan sesuatu yg selama ini kuhayalkan, ya.. ingin sekali kukecup bibir yg ranum berwarna merah jambu alami tanpa polesan lipstick itu, dan yg selalu basah berkilat oleh sapuan lidahnya.

Kurapatkan tubuhku pada tubuhnya, winda hanya melirik sesaat untuk kemudian perhatiannya kembali tertuju pada pesawat tv. Wajahku mulai mengarah pada lehernya, yg saat itu rambutnya dijepit dengan hairclip, sehingga memperlihatkan lehernya yg jenjang dan putih. Harum kurasakan aroma tubuhnya, sehingga merangsangku untuk menghirupnya lebih dalam sambil memejamkan mataku, disaat aku menghembuskan udara dari tarikan nafasku yg panjang kelehernya itu, winda sedikit kaget.

“Aww… apaan nih.. panas banget nafasmu, geli ih..” ujarnya manja.

Tak kuberikan jawaban dari ucapannya itu, kecuali tanganku yg meremas tangannya, winda hanya terdiam. Kini hidungku mulai menyentuh dan menyusuri sekujur lehernya. Kulihat matanya terpejam, tanpa berkata-kata.

“ Win, kita ciuman yuk..” ujarku polos

“ Tapi aku belum pernah..” ujarnya, tak kalah polosnya


“ Aku juga belum pernah, kita coba aja, kita kan sering lihat difilm-film..” ujarku, sambil tanganku masih menggenggam tangannya yg lembut.

Winda hanya diam dengan ajakanku itu, namun bahasa tubuhnya mengisyaratkatkan bahwa ia menyetujuinya. Pandangannya yg sebelumnya terarah pada pesawat tv, kini beralih kehadapanku, kami saling bertatapan. Kudekatkan wajahku pada wajahnya, hingga tinggal menyisakan sekitar sepuluh sentimeter saja jarak yg membatasi, pada saat itu pula winda memejamkan matanya, namun kini mulutnya setengah terbuka.

Sejenak kunikmati wajahnya dari jarak yg sedemikian dekat itu, dan bibir itu, bibir yg selama ini menggodaku untuk ingin mengecupnya, bibir yg ranum berwarna merah jambu alami tanpa polesan lipstick, bibir yg selalu basah oleh sapuan lidahnya.

Hup.. kutempelkan kini bibirku pada bibirnya, kurasakan bibirnya yg dingin, kontras dengan hembusan nafas yg kurasakan keluar dari mulutnya yg begitu hangat. Ada sensasi yg berbeda saat bibir kami saling berpagutan, walaupun secara harfiah tak ada nikmat yg dapat dirasakan saat bibirku mengecup bibirnya itu, tak ada rasa manis,rasa gurih atau apapun, hanya hambar, atau istilahnya anyep.
Namun ada nikmat yg berbeda yg aku rasakan, nikmat yg tidak dapat aku terjemahkan dalam kata-kata, entah apa rasanya itu, yg pasti nikmat yg semakin membuatku keranjingan untuk terus memagut bibirnya itu. kini bibirku mulai merangsak, mengulum-ngulum dengan gerakan kasar dan tidak beraturan, yg hanya mengikuti naluri dari gairahku belaka, mungkin karna “jam terbangku” memang masih nol untuk urusan yg satu ini. Namun tak ada protes atau isyarat dari winda yg menunjukan ketidak sukaan atas aksi yg aku berikan, sebaliknya diapun melakukan aksi yg sama seperti yg aku lakukan. Bahkan kurasakan kini winda memainkan lidahnya, yg membuatku juga melakukan hal yg sama, hingga kami saling berpilin lidah, walaupun dengan cara yg kasar dan tak beraturan.

Nafas kami semakin memburu, kini kedua tanganku memeluk tubuhnya, begitupun dia. hingga beberapa menit kami saling berpagutan, sampai akhirnya kulepaskan ciumanku dari mulutnya sekedar untuk mengambil nafas, kulihat winda memajukan wajahnya kearahku dengan mulut agak terbuka, seolah tak rela bila aku melepaskan pagutannya, namun beberapa saat kemudian ia tersenyum malu, lalu dengan rela menarik kembali wajahnya menjauh dariku.
Kutarik nafas dengan terengah-engah hingga beberapa saat, lalu kami saling bertatapan, saling tersenyum, lalu tumpahlah tawa dari mulut kami, walaupun kamipun tak tau apa yg sesungguhnya kami tertawakan.

Tak lama kemudian kami ulangi hal yg sama, kali ini kami lebih rilek dan lebih percaya diri, mungkin setelah kami saling mengetahui bahwa kami memang menyukainya, sehingga tak ada lagi perasaan kawatir bahwa winda tak menyukai dengan cara yg kulakukan, begitu juga sebaliknya dengan yg dirasakan winda.
Kami lakukan itu beberapa kali dengan tak sedikitpun rasa bosan, sepertinya itu bagaikan candu yg membuat kami terus menagih dengan tanpa kunjung datangnya rasa puas. Untuk yg kesekian kalinya kami melakukannya sudah semakin rilek, bahkan sesekali diselingi oleh canda dan beberapa “eksperimen” yg kami lakukan.
Windapun semakin manja padaku. Kini tak lagi dia duduk disampingku, melainkan selalu berada dipangkuanku. Dan tak sedetikpun rela untuk menjauhkan bokongnya yg padat dari kedua pahaku yg ditindihinya.

“ Eh, yang… lidah kamu dikeluarin dong.. dijulurin,…. nah iya begitu…” pintanya padaku, yg segera aku turuti permintaannya untuk menjulurkan lidahku. Lalu dengan lembut dikulumnya lidahku dan digerakannya maju mundur sehingga lidahku seperti berpenetrasi didalam mulutnya yg hangat. Yg setelah itu kumintanya untuk melakukan hal sama, dan kini sekarang aku yg mengulum lidah winda yg terjulur.

Dalam jiwa kami yg masih muda, yg selalu ingin tau, hingga selalu kami ingin mencoba sesuatu yg baru, dan semakin banyak kami mencoba, semakin ingin pula untuk mencobanya yg lain, dan semakin lagi ingin yg lebih jauh, begitulah yg ada pada diri kami saat itu.

“ Eh, yang.. sekarang buka susu kamu dong, aku pingin liat nih..” pintaku pada winda

“ Ah, enggak usah dulu deh, aku malu nih.. “ ujarnya

“ Dikiiiiittt… aja yang, enggak usah kamu buka bajunya, cukup buka kancingnya aja..” rayuku

Rayuanku akhirnya dapat meluluhkan hatinya, dibukanya kancing seragam putih yg dikenakannya, sehingga memperlihatkan dua buah gunung kembar yg masih terbungkus oleh bh. Walaupun masih terbungkus dengan bh namun cukup terlihat ukuran dan bentuk payudara winda yg lumayan besar untuk ukuran gadis abg seperti dirinya. Seperti biasa segala yg ada pada diri winda selalu membuatku penasaran, selalu membuatku ingin mengetahuinya lebih jauh, hingga tanpa meminta ijin pada empunya gunung kembar itu, kutariknya kebawah bh yg membungkusnya, dan tersembulah buah dada yg bulat,putih tanpa cacat, dan putingnya itu, yg berwarna merah jambu, membuatku tergoda untuk melumatnya, ingin kukulumnya.

Posisi winda yg duduk mengangkang dipahaku, membuat buah dadanya yg terbuka itu tepat berada didepan wajahku. Hingga diri ini yg sudah dilanda oleh birahi yg begitu tinggi, membuatku langsung membenamkan wajahku pada dua gunung kembar itu, dan akhirnya kukulum putingnya yg merah jambu itu, kulihat winda tak protes sedikitpun, kecuali matanya yg kini terpejam dengan sesekali terdengar desahan lembut dari bibir indahnya itu.

Melihat reaksi winda yg seperti itu, seolah bagaikan isyarat yg diberikannya padaku untuk terus mengulum dan melumat puting susunya. Puas aku dengan yg sebelah kanan, beralih yg kiri, sesekali kuremas buah dadanya yg besar dan bulat itu, kulihat ekspresi winda yg tampak begitu menikmati dengan apa yg aku lakukan, kini dari mulutnya mulai berani mengungkapkan apa yg dia rasakan.

“ Zzzzzzzz…aaaaaahhhhhhh…. Terus yang, enak yang… terus isepin tetek aku yang, aaaahhhh…” gumamnya, sambil kedua tangannya kini memeluk kepalaku, sehingga wajahku semakin terbenam didalam buah dadanya.

Cukup lama aku mengoral buah dadanya, kini tanganku beralih pada pahanya yg putih mulus yg nangkring diatas pahaku. Tanganku merayap memasuki rok abu-abunya, terus menjelajah hingga kecelana dalamnya,kuusap-usap memeknya yg masih terbungkus oleh celana dalam itu.

Nafsu birahiku semakin tinggi, sepertinya aku ingin lebih dan lebih lagi dari hanya sekedar cium dan raba. Hingga kubisikan sesuatu ditelinga winda.

“ Yang… kita ML yuk…” bisikku dengan lembut, sepertinya dia agak terkejut dengan permintaanku yg satu itu, untuk beberapa saat dia tidak memberikan jawaban, hanya terdiam, entah apa yg dipikirkannya. Hingga..

“ Aku enggak bisa hen… kita enggak harus yg sejauh itu..” ujarnya

“ Kenapa sayang…?” tanyaku

“ Aku hanya akan melakukannya pada saat menikah..” jawabnya.

“ Enggak apa-apa sayang, toh nanti juga kita pasti akan menikah juga..” ujarku

Kali ini dia menatapku, seolah ragu, apakah perkataan terakhirku tadi bisa dijadikan pegangan baginya, sehingga sepertinya dia ingin aku memberikan penegasan yg bisa ia pegang sebagai sebuah janji.

“ Kamu janji hen..? janji akan terus bersamaku sampai kita menikah nanti..? “ ujarnya

“ Aku janji win.. setelah aku lulus kuliah, lalu bekerja, pasti aku akan menikahimu.. aku janji.. karna aku mencintaimu.” Jawabku dengan penuh keyakinan, dan memang yg kukatakan saat itu betul-betul tulus dan jujur sebagai suatu keinginanku, bukan sekedar rayuan kosong agar mendapatkan apa yg kuinginkan darinya.

Winda memejamkan matanya sambil menarik nafas panjang, seolah puas dengan jawaban yg aku berikan.

“ Gimana yang…? “ tanyaku

“ Apanya yg gimana..? jawabnya

“ M…L.. kamu mau enggak ? ” ujarku.

Winda hanya menjawab dengan tersenyum, seraya menganggukan kepalanya perlahan. Yg segera aku kecup bibirnya dengan mesra.
Bagaikan kisah adam dan hawa, dimana hawa berhasil merayu adam untuk memakan buah kholdi, itulah yg terjadi pada kami, hanya kini akulah yg berperan sebagai hawa, bukan sebaliknya.

“ Dikamarku aja yuk.. biar leluasa..” ajakku

“ Terserah kamu deh..” jawabnya

“ Iya, tapi kamu bangun dong..” pintaku, karna winda yg masih berada dipangkuanku.

“ Gendong…” ujarnya manja, yg langsung ku kecup lagi bibirnya dengan gemas.

Karna posisinya yg berhadapan denganku, sehingga hanya tinggal aku berdiri, praktis winda berada dalam gendonganku dengan kedua tangannya yg melingkari leherku, sementara kedua kakinya dijepitkannya pada pinggulku. Aku berjalan menuju kamarku sambil menggendong winda yg tak henti-hentinya tertawa.


Kuhempaskan tubuh winda diatas ranjang tidurku, hingga posisinya kini telentang. Saat itu nafsu birahi telah menguasai diriku sepenuhnya, hingga kutarik lepas celana dalam yg membungkus memeknya, namun begitu celana dalamnya berhasil kulepas, ditutupinya selangkangannya dengan kedua telapak tangannya.

“ Buka dong sayaaaang… masa’ ditutupin sih..” rayuku

“ Aeeeng… aku malu yang..” jawabnya manja, yg segera kukecup bibirnya dengan lembut.

“ Buka ya sayang… oke deh, biar kamu enggak malu, aku juga juga buka celanaku, biar kita sama-sama telanjang “ rayuku, yg dengan segera kulepas celana seragam abu-abuku sekaligus juga dengan t-shirt yg kukenakan, sehingga menyisakan sempak yg tampak menonjol karna desakan batang jakarku yg sudah full ereksi. Yang akhirnya kulepas juga sempakku, hingga aku bugil. Kulihat winda seperti terkejut melihat kearah batang kontolku yg cukup besar itu.

“ Nih, sekarang aku telanjang bulet, kamu juga dong..” ujarku.

Akhirnya winda melepaskan kedua tangannya yg menutupi selangkangannya, tampaklah memeknya yg masih ditumbuhi bulu-bulu halus, dengan bibir vaginanya yg tidak terlalu tebal. Kudekatkan wajahku pada selangkangannya, kupertegas apa yg ada dihadapanku itu, seumur hidup baru kali ini aku melihat alat kelamin wanita, kecuali difilm porno. Sehingga cukup terpana aku saat itu, untuk beberapa saat aku tak melakukan apapun kecuali menatap sekerat daging yg berbentuk unik yg berada tepat didepanku itu, sesekali jakunku turun naik karna menelan ludah.

Dengan agak gugup kuayunkan juga tanganku kearah memek winda, kuraba sejenak, lalu kuusap-usap beberapa saat. Kulihat winda hanya menyaksikan apa yg aku perbuat, dengan sesekali memejamkan matanya saat tanganku mengusap-usap dengan lembut diarea memeknya.

Akhirnya ku sibak kedua bibir vagina yg saling merapat itu, sehingga memperlihatkan “jeroannya”nya yg berwarna agak kemerahan. Kutatap sesaat, nafsuku semakin berkobar saat menatap keratan daging yg telah kusibak itu.

Terinspirasi oleh tayangan film porno yg sering aku tonton, kudekatkan mulutku hingga menyentuh memeknya. Sementara winda masih memperhatikan dengan apa yg aku perbuat saat itu. kuhirup aroma memek itu dalam-dalam, aromanya wangi, mungkin aroma sabun atau memang pewangi vagina, atau apalah akupun tak begitu paham, yg pasti membuatku terangsang untuk melakukan hal yg lebih dari sekedar mencium aromanya saja.
Kujulurkan lidahku, kulihat winda agak melotot, sepertinya agak kaget dengan apa yg akan aku lakukan.

“ Mau diapain hen..” tanyanya

Yg aku jawab dengan menjilat-jilatkan lidahku pada memeknya. Kulihat winda merintih menahan geli yg dirasakan untuk pertama kalinya itu.

Semakin lama semakin liar lidahku bergerilya keseluruh area memeknya, hingga sisi-sisi bagian dalamnyapun tak terlewatkan oleh sapuan lidahku. Kulihat winda semakin belingsatan, tangannya kini menjambak-jambak rambutku dengan mata yg terpejam, sementara mulutnya bergumam tak jelas.

“ Uuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhh…..zzzzzzzzzzzzzzzz…..aaaaa aaahhhhhh..” gumamnya.

Semakin bersemangat lidahku melancarkan agresi didalam memeknya yg kusibak dengan kedua ibu jariku itu, sesekali kuemut dan kuhisap klitorisnya, bahkan kugigit-gigit dengan lembut, sehingga winda sedikit menggelinjang.

Hampir lima menit aku mengoral memek winda, untuk pertama kalinya dalam hidupku, setelah sebelumnya hanya bisa aku saksikan diflm porno. Sebetulnya tak ada rasa yg istimewa pada memek winda, kecuali sedikit asin dari cairan birahi yg keluar dari memeknya, selebihnya hanya hambar. Namun entah mengapa aku begitu menikmatinya, aku begitu terbius oleh sensasinya.

Hingga beberapa saat kemudian aku berhenti, aku berbaring disamping winda, kucoba mencium bibirnya.

“ Ih, enggak mau ah… jorok bekas dari itu aku…” tolaknya manja, sambil memalingkan wajahnya kearah berlawanan, namun tetap kuburu, kutindihi tubuhnya dan kukecup mulutnya dengan rakus, kali ini dia tidak menolaknya, bahkan justru meladeni kecupanku dengan tak kalah rakusnya.

“ Kamu koq enggak jijik jitanin itu aku yang…? ” tanyanya, sambil membelai rambutku yg kini berada diatas tubuhnya.

“ Kenapa jijik, kan aku sayang kamu.. bagiku semua yg ada pada diri kamu gak ada yg menjijikkan..” jawabku. Seraya dikecupnya kembali bibirku.

Kini aku kembali berbaring disampingnya sambil tanganku dengan iseng memuntir-muntir puting susunya, sementara winda memain-mainkan batang kontolku bagai seorang anak yg dapat mainan baru. Kadang batang kontolku di usap-usapnya, dikocok-kocoknya, bahkan diremasnya hingga aku berteriak.

“ Aaaawww… sakit tau “ pekikku, saat winda dengan gemas meremas batang kontolku.

“ Aduh, maaf deh yang.. emang sakit ya? Ma-ap deeehh..” ujarnya, seraya dikecupnya batang kontolku dengan mesra.

“ Maaf ya om titit.. tadi udah aku pencet..” ujarnya, yg membuat aku tersenyum dengan ulahnya itu.

“ Yang aku boleh, emut-emut titit kamu enggak..? “ ujarnya polos

“ Boleh dong sayang.. emang kamu enggak jijik..”

“ Enggak lah, kamu aja enggak jijik jilatin ini aku tadi..” jawabnya, sambil menunjuk kerah selangkangannya.

Kini winda dalam posisi berjongkok, lalu ditundukannya kepalanya untuk mengoral batang kontolku. Terpejam mataku menikmati kulumamnya, kurasakan sesuatu yg lembut mengulum-ngulum kontolku, rasanya jauh lebih nikmat dari pada saat aku onani. Sambil terus mengoral matanya terarah padaku, seolah ingin mengetahui reaksiku saat merasakan aksi yg diberikannya itu.

“ Aaaaaaaaaahhhhhh….enak yang, aaaahhh.. enak banget..uuuuhhhh “ erangku. Yg membuatnya semakin bersemangat melanjutkan aksinya.
Hingga beberapa saat kemudian aku bangkit, kudorong tubuhnya hingga telentang, kusibak kedua pahanya, sehingga lubang memeknya terbuka. Dia hanya pasrah dengan apa yg aku lakukan, dia hanya menatapku, menantikan apa yg selanjutnya akan aku lakukan.
Nafsu birahi yg telah menguasaiku membuatku langsung mengarahkan batang kontolku pada lubang memek yg terbuka itu, kutekan untuk mencoba membobolnya, namun terasa sulit walaupun batang kontolku sudah sedemikian mengerasnya, kucoba lagi dengan lebih keras, masih juga sulit, malah kulihat dia seperti menahan sakit sambil menggigit bibir bawahnya.

“ Sakit ya yang…? “ tanyaku, yg hanya dijawab dengan mengangguk pelan.

Aku berpikir sejenak, seraya kumenuju rak disamping tempat tidur, kuraih baby-oil yg biasa kugunakan untuk membaluri tangan dan kakiku agar tak terlihat busik, walaupun sebenarnya lebih sering kugunakan untuk onani saat menyaksikan vcd porno dikamar.

Kubaluri sekujur batang kontolku dengan baby oil, sebagaimana biasa kulakukan saat onani, setelah kurasa cukup, kuarahkan ujung kontolku pada memek winda yg masih mengangkang, kucoba untuk mendorongnya, masih sulit, sedikit kupaksa dan akhirnya bless.. masuk juga batang kontolku kedalam liang vaginanya yg dibarengi dengan rintih kesakitan winda.

“ Aduuuuuuhhhh…. Sakit yang, uuuuhhhh..periiiihhh…” rintihnya, sambil tangannya meremas sprei tempat tidur.

Kulihat darah dari vaginanya menetes ke sprei tempat tidurku, hingga membentuk noda yg berwarna merah. Tak tega juga aku melihat winda yg tampak menderita seperti itu, namun sudah kepalang tanggung, pikirku. Nafsu birahi yg menguasai diriku lebih besar dari rasa tidak tegaku melihat winda yg tampak kesakitan. Semakin kudorong batang kontolku kedalam hingga amblas seluruhnya masuk menembus liang perawannya.
Kukecup bibirnya dengan maksud untuk lebih menenangkannya.

“ Sakit ya sayang.. tahan ya.. tahan ya sayang..” rayuku

Kini mulai kunaik turunkan pantatku secara perlahan, kurasakan batang kontolku seperti dijepit oleh sesuatu, agak ngilu, namun serasa nikmat. Sekitar satu menit kontolku berpenetrasi didalam memek nya, walaupun dengan kecepatan yg rendah, karna kawatir akan lebih menyakitinya.

“ Masih sakit sayang..? “ bisikku,lembut.

“ Masih yang… tapi agak mendingin enggak seperti tadi..” jawabnya.

Agak lega juga aku mendengarnya, sehingga makin leluasa batang kontoku mengocok-ngocok dengan lembut didalam memeknya.

Hingga sekitar lima menit kemudian tampaknya winda mulai menikmati permainan itu, ini terlihat dari reaksi yg diperlihatkannya.

“ Uuuuuuhhhh… sekarang mulai enak nih yang… terus yang..goyang terus, tapi jangan terlalu kenceng ya yang, segini aja..” ujarnya

Memang nikmat kurasakan, ML yg untuk pertama kali dalam hidupku itu, jauh lebih nikmat dari pada onani, batang kontolku serasa dipijit-pijit oleh sesuatu yg begitu lembut dan hangat.

“ Aaaaahhhh… ternyata memang enak ya yang ML…” ocehku

Kurasakan winda mulai dapat menikmati seutuhnya hujaman-hujaman yg diberikan kontolku pada lubang memeknya. Hembusan nafasnya kurasakan begitu hangat, keringat mulai bercucuran dikeningnya, matanya sesekali dipejamkannya untuk mengekspresikan rasa nikmat yg dirasakan.

Hingga beberapa detik kemudian keluar lenguhan panjang dari mulutnya, yg menandakan dirinya telah mencapai puncak kenikmatan

“ Aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh…. Enaaaakkk…yaaaaanngg….” Pekiknya, sambil kedua tangannya memeluk punggungku dengan keras.


Tak sampai berselisih satu menit, akupun mengalami hal yg sama, tubuhku mulai mengejang , gerakanku yg semula lambat, kini sedikit agak kasar dan cepat, hingga akhirnya aku memekik panjang.

“ Aaaaaaaaaaaaahhhhhh… aku keluar yang..uuuuuhhhh…” pekikku
Crott..croott..croott… kurasakan begitu banyak air mani yg menyirami liang vaginanya seiring rasa nikmat dari puncak birahi yg kurasakan.
Akhirnya tubuhku ambruk diatas tubuhnya.


“ Aku sekarang udah gak perawan lagi yang…” ujarnya, sambil duduk dengan menyandarkan dagunya pada kedua lututnya yg ditekuk. Terlukis penyesalan dari raut wajahnya.

“ Gak apa-apa sayang, kan nanti kita juga bakal akan jadi suami istri.. aku akan bersamamu selamanya, aku cinta kamu ” hiburku, sambil mendekapnya dari samping, seraya mengecup keningnya.


Satu jam setelah itu kami melakukan permainan untuk yg kedua kalinya, yg lebih rilek dan lebih dapat menikmati.
Hingga pukul lima sore aku mengantar winda pulang kerumahnya dengan sepeda motorku


Tiga hari sudah berlalu semenjak pristiwa yg “bersejarah” bagi kami itu, seperti hari-hari biasanya aku menunggu winda dipelataran parkir sekolah, untuk kemudian kami pulang bersama dengan sepeda motorku.

“ Hen, jangan langsung pulang yuk..masih pagi nih, baru jam 10 ” ujar winda, memang hari itu kami pulang lebih dini dikarnakan akan diadakannya rapat guru.

“ Emang mau kemana..? nongkrong di Mec-D dulu.,? atau nonton? Ada film bagus nih di twenty-one ADA APA DENGAN CINTA “ tanyaku, kadang memang sekali atau dua kali dalam sebulan, sepulang dari sekolah kami singgah sebentar untuk menikmati makanan cepat saji atau nonton film dibioskop apabila ada film bagus.

“ Mmm, enggak usah deh.. bosen ah..” jawabnya, kulihat winda seperti ragu untuk mengatakan sesuatu.

“ Terus apa dong? Koq kayak orang bingung gitu sih..” tanyaku lagi

“ Mmm, kita ke Vila papaku yuk.. aku udah bawa kuncinya nih..” ujarnya, seraya ditundukan kepalanya sambil meremas-remas tas sekolahnya. Dan aku mulai paham dengan maksud dan keinginannya itu.

“ Emang mau ngapain neng, di Vila..? mau itu lagi ya? Lagi kepingin nih? “ jawabku menggoda, yang langsung dicubitnya lenganku sambil tersenyum malu.

“ Oke deh, niat banget sih… sampai udah bawa kuncinya dari rumah.. udah direncanain ya..? godaku lagi, dan semakin banyak lenganku dihujani oleh cubitannya.


Akhirnya sepeda motorku meluncur, berboncengan dengan winda menuju Vila ayahnya dikawasan puncak Bogor, walaupun bukan jarak yg dekat memang dari Jakarta menuju kesana, bisa menempuh waktu sampai 2 jam, tapi itu bukanlah kendala bagiku, sering pula aku pergi ke Bandung bahkan ke Cirebon dengan bersepeda motor.

Hingga tibalah kami disebuah Vila yg cukup Asri, yg menurut winda adalah merupakan vila keluarga, yg kadang digunakan untuk beristirahat, menjauh sejenak dari kebisingan kota Jakarta.

Vila yg tidak terlalu besar, dengan konsep minimalis. Hanya terdapat tiga buah kamar, sepertinya disesuaikan dengan jumlah keluarga winda. Yaitu sebuah kamar utama untuk kedua orang tua winda, dan dua kamar untuk winda dan adiknya. Penataan ruangnya cukup apik, sehingga tak bosan berada didalamnya.

Sedang asik aku berkeliling mengamati kesetiap sudut ruangan divila itu, tiba-tiba winda menarik tanganku, dan diseretnya aku memasuki kekamarnya. Didorongnya tubuhku hingga berbaring telentang diatas ranjang.

“ Eh..eh.. aku mau diapain nih, gak sabaran amat sih… udah ngebet banget ya?…” godaku

“ Aku mau perkosa kamu disini… hi..hi..hi..” balasnya, seraya diterkamnya diriku lalu disumbatnya mulutku dengan mulutnya dengan ganas, nafasnya yg hangat menandakan dirinya sedang berada dalam hasrat birahi yg tinggi, dan butuh pelampiasan. Dan akulah tentunya yg dijadikan sasaran pelampiasannya itu.

Setelah puas kami berkecupan, sambil berbaring dibawah himpitan tubuhnya kubuka kancing baju seragam putihnya, lalu kuhempaskan baju kemeja putihnya. Bra yg membalut payudaranya dengan kasar kubuka, sehingga tersembulah buah dadanya yg ranum yg dengan rakus kuhisap putingnya, sambil kedua tanganku meremasi buah dadanya yg mengeras. Kulihat winda mendesah menikmati aksi yg kulakukan, matanya setengah terpejam.

“ Aaaaaaahhhh… enaak yang… terus nenen aku yang…uuuuhhhhh…” erangnya lembut.

Beberapa saat kemudian winda menggeser mundur tubuhnya kebelakang, lalu dibukanya ikat pinggangku seraya ditariknya celana abu-abuku hingga terlepas, menyisakan celana dalamku yg juga langsung ditariknya, dan tanpa basa-basi segera dikulumnya batang kontolku yg mulai berdiri tegak. Rupanya jam terbang yg telah dimilikinya beberapa hari lalu dirumahku membuatnya lebih lihai dalam mengoral batang kontolku, begitu lincahnya mulutnya mengulum kontolku, terlihat kepalanya naik turun secara berirama ghlok…ghlok..ghlok.. suara khas yg terdengar erotis bagiku.

Begitu seksinya kulihat winda mengoral batang kontolku sambil pandangannya tertuju padaku, seolah dia ingin melihat reaksi yg kuberikan atas aksi blow-jobnya itu. Tak tahan aku melihatnya hingga aku bangkit, dan kuangkat tubuhnya dan kuhempaskan keranjang hingga winda kini berbaring telentang, dengan tergesa segera kubuka celana dalam yg membungkus memeknya, dan tanpa basa-basi kulumat memeknya dengan rakus, kukenyam-kenyam cairan birahi yg mulai membasahi rongga memeknya, cairan gurih yg agak asin, lalu kutelannya dengan rakus.

Kurentangkan memeknya dengan kedua ibu jariku sehingga tampak lubangnya kini menganga lebar memperlihatkan bagian dalamnya yg merah merekah berkilat oleh lendir yg membasahinya. lidahku mulai menjilat-jilat dengan lincahnya keseluruh area memeknya, kulihat reaksi winda yg mengelinjang-gelinjang kegelian bercampur nikmat, dari mulutnya meracau tak karuan, digunakan tangan kirinya untuk menjambak rambutku, sementara tangan kanannya meremas-remas buah dadanya.

Ekspresi winda yg seperti itu bagaikan pelecut semangat bagiku, hingga bukan hanya area seputar vaginanya saja yg aku oral, lidahku kini mulai beralih sedikit kebawahnya, kusibak lubang anusnya dan mulai kuarahkan ujung lidahku pada titik pusat anusnya. Tampak bergerak kembang kempis anusnya menerima aksi yg kuberikan. Winda mengangkat sedikit kepalanya untuk menengok kearahku, seolah tak percaya dengan apa yg aku lakukan.

“ Enggak jijik yang? Itu kan kotor…” tanyanya, sambil sesekali memejamkan matanya menahan nikmat.

“ Enggak lah yang… pokoknya semua yg ada padamu gak ada yg bikin jijik, semuanya nikmat, guriiihh.. he..he..he.. “ ujarku, cengengesan, yg membuatnya tersenyum.

Beberapa saat kemudian kusudahi aksi oralku, kini kukangkangi tubuhnya dengan bazokaku yg telah berdiri tegak tepat mengarah kelubang memeknya yg menganga. tidak seperti sebelumnya, kali ini dengan sekali sodokan batang kontolku dengan mudah dapat menembus lubang memeknya yg telah basah dengan cairan birahinya, diikuti dengan desahan tertahan keluar dari mulutnya.

“ Zzzzzzzz… aaaaahhhh, enak yang…” gumamnya lirih

Kupegang kedua pahanya dengan kedua tanganku sambil memompakan batang kontolku menghujami memeknya, lubang memek winda kurasakan tidak lagi seketat sebelumnya, namun bagiku justru lebih nyaman, lebih mempermudah aku untuk melakukan akselerasi dengan berbagai gaya.

“ Kamu sekarang lagi ngapain nih yang..? “ godaku, sambil terus memompakan pantatku dengan rileks.

“ Ya lagi ML “ jawabnya

“ Jangan bilang ML dong, kurang hot.. bilang aja ngentot “

“ Ih, jorok kamu ngomongnya “ ujarnya, sambil tersenyum

“ Ayo dong bilang.. aku lagi ngentot “ pintaku

“ Iya deh, aku lagi ngentot..hi..hi..hi..” ujarnya, diikuti dengan tawa renyahnya.

“ Nah, gitu dong, kan kedengerannya lebih hot..”

“ Iya juga sih, lebih lepas..” ujarnya, sambil sesekali mendesah merasakan sodokan batang kontolku.

Beberapa menit kemudian kucabut batang kontolku dari dalam memeknya, dan kusuruh winda untuk menungging.

“ Kamu nungging yang… biar kuentot memekmu dari belakang “ ujarku, sengaja dengan kalimat sevulgar mungkin.

“ Iya nih yang.. entotin memek aku dari belakang pake kontol kamu, biar aku tambah enak yang..” balasnya, seolah menimpali perkataan vulgarku. Perkataan yg membuatku lebih terangsang mendengarnya, hingga sengaja kupancing terus agar winda tidak canggung mengeluarkan kalimat-kalimat vulgar, yg mungkin belum pernah diucapkan oleh gadis rumahan yg termasuk alim seperti dia.

“ Yang.. kamu suka ya, kalo memeknya dientotin sama aku..? “ tanyaku, sambil tetap memompakan pantatku.

“ Iya yang.. suka, suka banget “ jawabnya

“ Suka apa? “ tanyaku lagi, seolah kurang puas dengan jawaban yg diberikan.

“ Suka memekku dientotin sama kontolnya yayangku..” jawabnya, seolah mengerti apa yg kumau.

“ Kamu suka juga enggak yang ngentotin memek aku..? kini winda yg balik bertanya

“ Jelas suka dong sayang, memek kamu enak begini koq… kontol aku rasanya geli-geli sedap “ jawabku.


Hingga beberapa saat kemudian kurasakan winda mulai mengejang, terdengar lenguhan keras dari mulutnya, sementara kedua tangannya meremas sprei ranjang.

“ Aaaaaaaaaaaaahhhhh… aku keluar yaaaaanng….” Lenguhnya, yg kemudian akhirnya winda hanya terdiam dengan pipi sebelah kirinya direbahkan pada bantal, tampak sunyum kepuasan menghiasi bibirnya yg selalu ranum dan basah.

Tubuh winda terguncang-guncang tanpa perlawanan menerima hentakan-hentakan batang kontolku, kurasakan lubang memeknya begitu basah karena air maninya yg telah keluar.

Dan tak lama kemudian tubuhkupun mulai mengejang, hujaman batang kontolku pada lubang memeknya semakin keras dan bertenaga.
Namun tiba-tiba winda menahan gerakanku dengan tangan kanannya.

“ Yang, tolong jangan dikeluarin dimemek aku dong plliiisss… aku takut hamil yang..” ujarnya memohon.

Akhirnya dengan agak kecewa karna puncak kenikmatan yg sudah diujung tanduk harus ditunda, kucabut batang kontolku dari dalam memeknya.

“ Terus dikeluarin dimana dong yang? “ tanyaku, sedikit merengut.

“ Ya terserah lah, dimana aja, asal jangan didalam memek, aku takut hamil… aku belum siap” ujarnya

Aku mulai berpikir, hingga terbersit gagasan dikepalaku, namun aku masih ragu, apakah winda setuju dengan ide gilaku ini. Tapi aku tak perduli, aku coba usulkan padanya, kalau dia menolak tak mengapalah.

“ Mmmm.. yang, kalo dikeluarin didalam anus kamu gimana? “ tanyaku ragu.

Kulihat winda terdiam sesaat, untuk kemudian bibirnya mulai bicara

“ Maksud kamu anal seks? “ tanyanya

“ Ya, gitu deh..” jawabku, sambil mengelus-elus batang kontolku yg berdiri tegak mengkilat karna cairan memek winda.

“ Ya udah, kita coba aja, tapi aku denger-dengar katanya sih sakit..” ujarnya ragu

“ Makanya kita coba dulu yang.. daripada didalam memekmu nanti hamil, bisa berabe kita.. yah semoga saja waktu dirumahku kemarin aku keluarin di memek kamu enggak sampe hamil ya yang..” ujarku

“ Iya deh, kita coba..” ujarnya, seraya kembali diposisikan dirinya menungging.
Sehingga memperlihatkan anusnya, dengan bentuk yg khas dengan tekstur yg berkerut-kerut membentuk beberapa garis yg kesemuanya bertumpu pada satu titik pusat, Posisinya yg menungging mempermudah aku untuk menyibak lubang anusnya dengan kedua ibu jariku, ujung lidahku mulai kuarahkan pada titik pusatnya, tampak bereaksi saat lidahku mulai menyentuhnya, anusnya mulai kembang kempis seirama dengan dengusan nafasnya yg memburu, entah apa yg dirasakannya, dari reaksi wajahnya yg memajamkan matanya sambil mulutnya mendesah sepertinya dia menikmatinya.

Hingga beberapa menit kemudian setelah puas aku “mencicipi” lubang anusnya, kini mulai kuarahkan batang kontolku pada sasaran yg akan kutuju, setelah kubaluri terlebih dahulu dengan air ludahku.
Sambil menungging winda selalu melihat kearah batang kontolku yg bersiap menembus lubang anusnya untuk yg pertama kalinya itu, seolah penasaran dengan aksi yg akan kami lakukan.

Mulai kudorong batang kontolku kedalam anusnya, agak sulit kurasakan, namun masuk juga ujung kepala kontolku yg diikuti dengan rintihan winda yg menahan sakit.

“ Uh..sakit yang, auuuww..” pekiknya pelan, namun tak menyuruhku untuk menghentikannya.

“ Tahan ya sayang…zzzzzz…aaaahh” ujarku, sambil terus mendorong batang kontolku hingga sudah separuh masuk menembus lubang pantatnya.
Dan bless… akhirnya masuklah seluruh batang kontolku menembus lubang anusnya, sempit kurasakan, bagai dijepit rasanya batang kontolku.

“ Auuuuwwww…. Penuh banget rasanya pantatky yang..” ujarnya, sambil sesekali menggigit bibir bawahnya.

Kini mulai kupompakan batang kontolku maju mundur, berpenetrasi didalam lubang analnya yg sempit, goyangan yg lambat, dengan maksud agar tidak terlalu menyakiti winda.

Sekitar beberapa saat kemudian, mulai tak ada rintihan kesakitan dari mulutnya, kecuali desahan lembut dari bibirnya.

“ Masih sakit yang? “ tanyaku

“ Udah mendingan yang, udah gak begitu sakit… goyang aja terus yang..uuuhhh” jawabnya

“ Uuuuhhh.. gile yang, kontolku serasa dijepit “ racauku

“ Enak rasanya anal seks ya yang? “ tanyanya

“ Enak yang, sensasional he..he..he..” jawabku cengengesan

“ Dasar kamu, lubang taik dientot… tapi asik juga sih, rasanya kayaknya gimanaaa gitu..” ujarnya

“ Kamu juga mulai suka kan, he..he..he..” godaku, sambil sedikit lebih mempercepat laju goyanganku.

“ Hi..hi..hi.. tau aja kamu..” jawabnya, lebih nyaman aku mendengarnya, karna merasa gagasanku untuk melakukan anal seks dengannya tidak menyakitinya, bahkan sepertinya dia mulai merasakan suatu sensasi tersendiri.

“ Sekarang kamu lagi ngapain yang? “ godaku, berharap mendapatkan jawaban yg vulgar

Seperti mengerti akan maksudku winda menjawab sesuai yg kuinginkan

“ Lagi anal seks, lubang anusku lagi dientot sama kontolnya yayangku..” ujarnya dengan senyum khasnya yg menggemaskan.

“ Iya nih yang.. lubang pantatmu rasanya legiiiitt deh..” ujarku

“ Kontol kamu juga rasanya enak, menembus lubang pantatku sampai kesanubariku hi..hi..hi..” balasnya.

Hingga beberapa saat kemudian tubuhku mulai bergetar, hantaman kontolku didalam anusnya semakin keras hingga akhirnya crot..crot..crot… tumpahlah sepermaku membasahi lubang anusnya, sebuah sensasi yg nikmat kurasakan anal seks untuk yg pertama kalinya itu.


******
Selesai acara “berpacu dalam birahi” yg cukup melelahkan, kami menikmati makan siang yg sebelumnya telah kami beli diperjalanan tadi. Jarum jam didinding vila itu telah menunjukan pukul dua siang, kami bersantap masih dengan keadaan telanjang bulat.

Huh, kenyang juga, kandas tanpa sisa satu bungkus nasi padang dengan lauknya daging rendang ditemani daun singkong dan cabai hijau, serta gulai nangka.
“ Yang..minum dong..” pintaku pada winda yg masih membersihkan sisa-sisa makanan kami

“ Ih, itu udah didepan mata tinggal tenggak aja koq..” ujarnya, keki.

Aku tarik lengannya, lalu kubisikan kearah telinganya

“ Aku mau minumnya dituangin langsung dari mulut kamu..” ujarku, nakal

“ Ih, dasar jorok..” ujarnya, namun dengan senyum sumringah diwajahnya.

“ Pokoknya aku mau itu..” rajukku

“ Iya deh, sayangku yang jorooookkk..” seraya ditenggaknya air putih dari gelas.

Sambil duduk dimeja makan aku menganga membuka mulutku lebar-lebar derngan wajah menengadah keatas. Dengan mulut penuh air, winda menundukan tubuhnya, kini wajahnya tepat berada diatasku yg menganga, dan serrr… tumpahlah air minum dari mulutnya yg bercampur dengan air liurnya masuk kemulutku yg langsung kutelan habis. Lalu kutarik wajahnya hingga mulut kami saling berpagutan, kukecup dengan rakus mulutnya, lidah kami saling berpilin, kumasukan lidahku kerongga mulutnya, kugelitik-gelitik didalamnya.
Dengan serta merta winda melepaskan ciumannya, seraya berdiri dihadapanku dengan kaki kanannya diangkat diatas kursi makan, sehingga memperlihatkan lubang memeknya yg sengaja dibentangkan dengan kedua tangannya. Sebuah pemandangan yg membuatku betul-betul terpesona, terutama gerakan lidahnya yg sengaja dijulur-julurkannya atau sesekali disapukannya dibibirnya.

“ Wooooww… gileee mek… seksi abis, mantaaaaappp “ pujiku, yg membuatnya semakin bersemangat dengan aksi erotisnya itu.

“ Jilatin memek aku sayang..” pintanya, yang tanpa diperintah dua kali segera aku berjongkok, dengan rakus mulutku mencumbu memeknya, sepertinya ingin kumakan memeknya saat itu, sambil sesekali kugigit dengan lembut klitorisnya, yg diikuti dengan erangannya yg manja, betul-betul cuci mulut yg spesial sehabis makan, pikirku.

Beberapa saat kemudian dia membalikan badannya, sehingga membelakangiku, seraya agak ditunggingkannya pantatnya sehingga lubang anusnya tepat berada dihadapanku.

“ Jilatin lubang dubur aku dong sayang.. kamu suka kan..” pintanya, sambil menghisap-hisap jari telunjuk kanannya, sementara tangan kirinya menjambak rambutku

Kini lidahku mulai bergerilya menjilati lubang anusnya, hingga kumasukan ujung lidahku menembus bagian dalam lubang duburnya.

“ Uuuuuuuuuuhhhh… terus cayaaaaanngg… jilatin lubang anusku…uuuhhh enak yang..” racaunya.

Puas menjilati lubang anusnya, segera aku berdiri. Kumasukan batang kontolku kelubang memeknya dari belakang dengan posisi berdiri, lalu kugenjot dengan sekuat tenaga sambil kedua tanganku meremas buah dadanya dari belakang. Brott..brott..brott.. terdengar cukup dengan irama yg berarturan.

Kini winda menolehkan wajahnya kebelakang kearahku sambil menjulurkan lidahnya, segera tanggap aku dengan apa yg diinginkannya, kujulurkan juga lidahku, sehingga kami saling berpilin lidah.

Puas dengan posisi main belakang, kali ini kucabut batang kontolku, seraya kuputar tubuhnya hingga kini kami saling berhadapan, dengan kaki kanannya masih bertumpu pada meja makan, kumasukan kontolku kembali kedalam memeknya lalu mulai kupompa maju mundur sambil kami saling berpelukan.

“ Aaaaahhhhh…. Terus yang entotin memek aku yang… enak yang.. aku ngin selalu dientotin sama kamu yang.. selamanya “ racaunya

“ Iya sayang… kamu pasti akan kuentotin terus.. aku cinta kamu sayang..” balasku

“ Betul ya sayang… jangan pernah tinggalkan aku ya sayang…selamanya, janji lho.. uuuuuhhhh…sedaaaapp” racaunya lagi

“ Pasti dong sayang… selamanya..” jawabku

Kini kuangkat kedua kakinya, sehingga kali ini winda berada dalam gendonganku dengan kedua kakinya menjepit dipinggangku. Kupegang pantatnya sambil terus memompakan batang kontolku.

Beberapa saat kemudian dengan winda masih dalam gendonganku, dan dengan alat kelamin kami yg masih berpenetrasi, aku berjalan mengelilingi ruangan vila yg tak seberapa luas itu, bahkan sesekali kami melakukan sesuatu yg sedikit memacu andrenalin kami, yaitu dengan membuka pintu utama, sehingga bila ada orang berada diluar sudah pasti akan melihat keberadaan kami yg berada tepat didepan pintu, dan kami akan dengan cepat menutup pintu itu kembali apabila ada seseorang yg melintas dijalan, lalu kami tertawa terpingkal-pingkal.

Hingga akhirnya kurebahkan winda dilantai lalu kugempur dengan kecepatan tinggi, tak beberapa lama dia mencapai orgasme utk yg kedua kalinya dengan dibarengi remasan tangannya yg nyaris mencakar punggungku.

Lalu kubalik tubuhnya, hingga kini winda tertelungkup, kusibak lubang anusnya lalu kuarahkan basokaku, dan bless.. amblaslah batang zakarku didalam lubang anusnya, diikuti dengan lenguhan tertahan winda.

Disaat tubuhku mulai mengejang bertanda akan mencapai klimaks, tiba-tiba winda melepaskan batang kontolku dari dalam anusnya, seraya diraihnya batang kontolku.

“ Kali ini aku ingin ngerasain air mani kamu yang.. ingin kutelen semuanya hi…hi..hi..” ujarnya nakal, seraya dikulumnya batang kontolku.

Dan tak beberapa lama kemudian crot..crot..crott.. tumpahlah air maniku tertampung semuanya didalam mulutnya, namun tidak langsung ditelannya. Dibukanya mulutnya seolah ingin menunjukan gumpalan spermaku yg memenuhi rongga mulutnya, tampak kulihat cairan kental putih. Lalu dipermainkannya air maniku itu bagaikan anak bayi yg bermain ludah, sambil sesekali sebelah matanya dikedipkan dengan nakal. Dan akhirnya glek.. tandaslah seluruh air maniku didalam perutnya.
Dengan lembut kucium bibirnya, masih tercium aroma air maniku pada mulutnya.

“ Air manimu enak yang… hi..hi..hi..” ujarnya genit.

*******
Setengah jam kemudian kami mandi bersama, untuk kemudian akhirnya kami pulang. Sekitar pukul setengah enam sore kami tiba dijakarta.

Dan semenjak itu, kami semakin sering melakukan hubungan layaknya suami istri. Tidak hanya divila itu, kadang dihotel-hotel melati, atau bahkan kami pernah melakukannya digedung bioskop. Itu berlanjut sampai kami lulus SMU, hingga akhirnya hubungan kami terpisahkan oleh jarak pada saat kami memasuki perguruan tinggi. Winda yg lebih cerdas dibandingkan dengan aku, dan juga memiliki prestasi akademis yg lebih baik, berhasil memasuki perguruan tinggi negeri di Jakarta untuk jurusan kedokteran, yg memang adalah cita-citanya sejak dulu. Sedangkan aku kuliah di Jogjakarta untuk jurusan teknik sipil.

Pada semester pertama kuliah kami, hubungan kami lebih sering hanya dengan telpon-telponan, kadang sampai berjam-jam kami menelpon, bagaimana tidak berjam-jam, karna yg kami perbincangkan adalah hanyalah tentang seks, atau istilahnya mungkin phone-sex, belum berhenti aku bertelpon ria dengannya sebelum aku mencapai klimaks, hingga bercak-bercak air mani menghiasi sprei dikamar kost ku. Namun disaat liburan tentu aku sempatkan untuk pulang ke Jakarta, dan tentunya hari-hari di Jakarta yg tak terlalu lama itu kami habiskan dengan menumpahkan birahi kami yg lama terpendam, sebelum akhirnya aku harus kembali lagi ke Jogja.

Hingga memasuki semester kedua, ponsel Ericson T-28 ku berdering disaat aku sedang beristirahat dikamar kost ku sore itu.

“ Hallo… apa kabar yang..” sapaku

“ Yang… tolong kamu ke Jakarta sekarang, bawa aku pergi yang…” ujarnya dari ponselku, diikuti dengan suara menangis sesengukan, sesekali dibarengi dengan suara tarikan ingus dari hidungnya.

Agak panik aku mendengarnya, ada apa sebenarnya ini, mengapa winda begitu histeris sedemikian rupa, dimana winda yg selalu ceria saat menelponku, yg sering mengucapkan kata-kata vulgar yg membuat gairahku bangkit.

“ Yang.... ada apa sih, tolong ngomong yg jelas, yg tenang jangan histeris begitu, aku jadi panik nih..” ujarku, yg dijawab hanya dengan suara tangis sesengukan. Beberapa saat kemudian suara tangisan itu berhenti, hanya sesekali menyisakan suara tarikan nafas panjang, sepertinya winda mencoba untuk menenangkan dirinya.

“ Aku dipaksa menikah dengan orang yg tidak aku cintai.. “ ucapnya, kali ini ucapannya jauh lebih tenang.

“ Dengan siapa? “ tanyaku penasaran.

“ Dengan teman ayahku..”

“ Apakah ayahmu tidak mengerti kalau saat ini kamu sedang kuliah, demi untuk mewujudkan cita-citamu “ Ujarku

“ Aku sudah memberikan alasan itu, tapi ayahku bilang, aku masih bisa melanjudkan kuliahku walaupun sudah menikah.. pokoknya aku ingin sekarang juga kamu ke Jakarta hen, bawa aku kemanapun kamu suka, yg penting aku tidak menikah dengan pria itu, kamu tau kan hen.. aku hanya mencintai kamu, aku hanya ingin menikah denganmu..” rengeknya, dengan nada penuh emosi.

Begitu gugup aku saat itu, entah apa yg harus aku lakukan, aku hanya terdiam sesaat, lalu kembali aku berkata.

“ Beri aku waktu untuk berpikir win, ini enggak sesederhana yg kamu bayangkan, semua butuh persiapan yg matang, kita enggak bisa…” belum selesai penjelasanku, winda langsung memotong.

“ Persiapan apa lagi… semua itu bisa kita atur nanti, yg penting sekarang kamu bawa aku, aku bisa tinggal ditempat kost mu di jogja, sebelum kita atur rencana selanjutnya..” jelasnya.

“ Enggak semudah itu win, kalau begitu malah dikiranya aku yg membawa kabur kamu, urusannya bisa panjang, beri aku waktu untuk berpikir.. ini demi kebaikan kita ” jelasku, walau sebenarnya akupun bingung, dan akupun tak memiliki nyali yg cukup berani untuk mengikuti apa yg dimintanya itu.

“ Sampai berapa lama kamu berpikir?, sampai aku kawin dengan teman ayahku itu?, karna ayahku merencanakan untuk menikahkan aku bulan ini juga, menurutnya kami akan terlebih dahulu dinikahkan secara agama, hanya ijab, sekedar mengesahkan kami sebagai suami istri, dan akan dirayakan resepsinya setelah aku lulus kuliah nanti, sepertinya ayahku tau akan hubungan kita, sehingga ia memilih untuk cepat-cepat menikahi aku dengan anak sahabatnya itu… bagaimana mungkin kamu bisa mengatakan butuh waktu untuk berpikir “ terangnya, kali ini dengan nada yg agak tinggi.

Semakin bingung aku untuk memutuskan perkara yg pelik ini, kalau aku menyetujuinya untuk memboyongnya ke jogja ini, sudah pasti aku akan banyak mendapatkan kesulitan. Bukan tak mungkin ayahnya akan melaporkannya ke polisi dengan tuduhan aku telah membawa lari anak gadisnya. Dan tentunya aku akan berurusan dengan hukum, lalu bagaimana dengan kuliahku, masa depanku. Akal sehatku mengatakan tidak mungkin aku menuruti keinginannya yg emosional itu. namun aku juga tidak memiliki keberanian untuk menolaknya secara terus terang, aku terlalu pengecut untuk itu.

Akhirnya pembicaraan kuakhiri dengan tanpa mengucapkan kata sepatahpun. Namun Ponselku kembali berdering, tak aku angkat, terus berdering hingga beberapa kali, aku hanya menatapnya dengan pikiran yg menerawang. Sampai akhirnya terkirim SMS darinya, kubuka dengan ragu, kubaca sebuah kalimat yg membuatku merasa begitu hina dihadapannya.

Dasar kamu pengecut.. pendusta.. mana janjimu untuk selalu bersamaku selamanya.. aku kecewa “ hanya itu isi kalimatnya, namun begitu mendalam, seperti menikam sanubariku, seperti hilang jiwa ini saat itu juga. Malam itu aku sama sekali tak bisa memajamkan mataku, pikiranku hanya menerawang memikirkan winda.

Dan semenjak saat itu dia tak pernah lagi menelponku. Pernah kucoba untuk menelponnya, namun tak dapat dihubungi, sepertinya dia telah mengganti nomer ponselnya. Begitu kecewanyakah dia kepadaku.

Hingga beberapa minggu kemudian aku dapat kabar dari teman SMU ku, bahwa winda telah menikah dengan seorang pengusaha muda, mungkin itu yg dimaksud winda adalah anak dari sahabat ayahnya.
Dan semenjak itu pula aku sama sekali tidak mengetahui kabar beritanya, karna memang akupun sengaja untuk melupakannya.

Setahun setelah peristiwa itu, aku mengenal Laras, seorang gadis Jogja yg lembut dan anggun, dengan laraslah akhirnya aku menemukan cinta keduaku. Berbeda dengan hubunganku dengan winda yg penuh dengan seks, justru dengan laras selama kami pacaran jangankan berhubungan seks, untuk berciumanpun kami tidak melakukannya. entahlah, mungkin karna traumaku atas kegagalan dengan winda.
Sampai akhirnya setelah aku lulus kuliah dan bekerja, aku persunting laras untuk menjadi istriku, dan laras menyerahkan kegadisannya secara utuh pada malam perkawinan kami.

Kami hidup bahagia, dan bertambah lengkap kebahagiaan kami dengan hadirnya gadis kecil yg cantik sebagai buah dari perkawinan kami.


Hingga sampailah pada sore itu, disaat aku pulang dari tempat kerjaku, kusempatkan untuk mampir ketoko buku gramedia untuk membeli buku memasak pesanan istriku.

Sedang asik-asiknya aku mencari buku dari satu rak, ke rak yg lainnya. Sambil melangkah pandanganku hanya tertuju pada deretan-deretan buku, hingga tanpa sadar aku menabrak seorang wanita didepanku. Dan astaga.. aku tak pernah bisa lupa dengan tatapan mata itu, ya, winda kini tepat berada dihadapanku. Untuk beberapa saat kami masih saling terpana, dan tak ada sepatah katapun yg keluar dari mulut kami. Sebelum akhirnya aku berusaha untuk menyapanya, untuk sekedar memecahkan kebungkaman diantara kami.

“ Eh, winda.. sedang cari apa win? “ tanyaku, mencoba untuk tenang, walau sebenarnya hati ini sedang bergemuruh tak menentu.

“ Mmmm.. anu, cari buku pelajaran untuk anak-anakku..” jawabnya, sepertinya iapun agak gugup, walaupun tampak berusaha untuk terlihat acuh.

Dia bilang untuk anak-anaknya, berarti dia telah memiliki lebih dari satu anak, kalau begitu seharusnya dia telah berbahagia dengan perkawinannya, sukurlah, pikirku. Sehingga sedikit dapat mengurangi rasa berdosaku padanya.

“ Kamu, lagi cari buku apa? “ tanyanya, sepertinya ia berusaha untuk tampil angkuh dihadapanku.

“ Cuma buku memasak, mmm.. pesanan istriku “ jawabku

Hingga akhirnya aku beranikan diri mengajaknya untuk sekedar mengobrol diKafe yg letaknya tak terlalu jauh dari toko buku itu.


******
“ Maaf hen, tak seharusnya aku mengungkit-ungkit masa lalu.. toh itu tak akan merubah apapun dari diri kita, semuanya telah terjadi. kita telah memiliki dunia masing-masing… oh iya, kamu bilang tadi sedang mencari buku masakan untuk istrimu, siapa wanita yg beruntung itu hen? “ ujarnya

“ Mmmm… anak jogja, dari kampung “ jawabku

“ Oh, jadi setelah kamu tak berhubungan lagi denganku, kamu langsung mencari penggantiku di Jogja tempat kamu kuliah dulu, hebat juga kamu hen.. hilang pacar, langsung cari pengganti..” sindirnya, terdengar begitu sinis bagiku ucapannya itu, seperti ingin menelanjangi aku.

“ Ah enggak juga, justru aku mengenalnya di Jakarta ini setelah aku bekerja..” jawabku berbohong, ah, entah mengapa aku harus berbohong, betapa pengecutnya aku ini.

“ Oh iya, ngomong-ngomong sudah berapa anakmu ? “ tanyaku, mengalihkan perhatian

“ Dua, cewek cowok… kamu? “ jawabnya, yg langsung balik bertanya.

“ Baru satu, cewek, masih kecil.. oh ya, anakmu sudah dua ya, pasti kamu sangat bahagia dong..?” ujarku

“ Hmmm… bahagia karna aku memiliki anak yg diberikan tuhan padaku tentu, tapi bahagia sebagai seorang istri, sepertinya aku tidak bisa menjawab iya..” ujarnya, sambil menyandarkan kepalanya kesandaran kursi, dengan tatapan menerawang keatas.

“ Koq bisa begitu..?” tanyaku penasaran.

Kulihat ia menarik nafas panjang, sebelum akhirnya dia bercerita.

“ Suamiku, ayah dari anak-anakku, begitu kasar padaku. Sepertinya hal itu disebabkan karna aku sudah tidak suci lagi disaat malam pertama kami dulu, sepertinya dia sangat kecewa dengan itu, dan disaat dia marah padaku, selalu hal itu yg diungkit-ungkitnya. dibilang aku wanita yg tidak bisa menjaga kesucian lah, wanita murahan lah… dan masih banyak lagi kata-kata kotor untuk memakiku, namun aku hanya bisa diam, karna toh kenyataannya memang seperti itu. kadang suamiku kerap menampar aku hanya karna masalah sepele, dan kembali aku hanya bisa pasrah…” terangnya.

“ Kamu bertahan dengan kehidupan seperti itu win…? ” ujarku.

“ Maksudmu aku harus meminta cerai? Aku tidak seegois itu hen.. aku memiliki dua orang anak, aku tak ingin kehidupan anakku menjadi tak karuan karna perceraian..” jelasnya, lalu terdiam, seraya diangkatnya secangkir kopi diatas meja, untuk kemudian diminumnya sedikit.

“ Aku tidak seegois kamu hen, yg demi alasan harus menyelesaikan kuliah sehingga kamu rela membiarkan gadis yg kamu cintai menikah dengan orang lain..” sindirnya.

Aku semakin tertunduk, entah pembelaan apalagi yg harus aku berikan, sepertinya bibir ini terkunci, mungkin memang sudah tidak ada lagi alasan yg dapat aku berikan untuk membela diri, selain penyesalan.

Sementara aku lihat dari kaca kafe, tampak diluar hujan mulai turun, walau tidak terlalu deras, beberapa orang berlari-lari kecil untuk menuju ketempat berteduh, dan kafe itu semakin ramai oleh pengunjung.
Debu-debu yg melekat pada kaca itu mulai tersapu bersih oleh rintikan air hujan, akankah rasa bersalahku pada winda juga dapat tersapu bersih dari jiwa dan pikiran ini, sebagaimana debu-debu yg melekat itu? sepertinya sulit, bahkan sepertinya semakin berkarang didalam pikiran dan jiwa ini.

“ Sekali lagi maaf hen… tak ada sama sekali maksud aku untuk menyalahkan dirimu “ ucapnya, sepertinya menyesal telah mengatakan itu.


“ Oh iya, kamu bekerja dimana hen? “ tanyanya, sepertinya mencoba untuk mengalihkan rasa penyesalanku.

“ Di jalan Sudirman, perusahaan kontraktor bangunan. Oh iya, berarti sekarang kamu sudah menjadi Ibu Dokter dong? “

“ Enggak hen, kuliahku hanya sampai semester 4, setelah itu berhenti, bagaimana mungkin aku menyelesaikan kuliahku dalam keadaan mengandung, sehingga suamiku menyuruhku untuk berhenti kuliah . yah, terpaksa aku harus mengubur mimpiku untuk menjadi dokter,dan berkonsentrasi mengurus anak-anak.” Jelasnya. Yg secara bersamaan terdengar suara ponselnya yg berdering.

“ Halo sayang… bagaimana?... oh, kamu udah selesai.. tunggu sebentar ya, nanti mama jemput…” cakapnya, sepertinya dia bicara dengan anaknya.

“ Maaf ya hen, aku harus menjemput anakku pulang les..” ujarnya, seraya memanggil pelayan kafe untuk membayar kopi dan beberapa potong kue.

“ Udah win, biar aku yg bayar… kamu langsung jalan aja., kan aku yg mengajakmu kesini ” tawarku

“ Ah, makasih hen.. biar aku bayar sendiri “ jawabnya, seraya menyerahkan selembar uang seratus ribuan.

“ Udah ya hen, salam untuk istrimu..” ujarnya, seraya melangkahkan kakinya menuju ketempat parkir kendaraan.

Pandanganku masih terus mengikuti langkahnya, sampai menghilang dibalik pintu masuk.

Kini tinggal aku sendiri yg masih termenung memikirkan wanita itu, satu hal yg membuat perasaan bersalahku padanya semakin besar adalah saat aku mengetahui bahwa suaminya begitu memandang rendah dirinya dikarnakan winda tidak dapat memberikan kesuciannya secara utuh kepada suaminya, dan siperengut kesucian itu adalah aku, akulah sumber dari penderitaan winda atas perlakuan kasar suaminya itu.

Apakah ini memang sudah merupakan sebuah suratan takdir yg telah digariskan oleh sang khaliq ? namun aku masih tetap tidak bisa menyembunyikan rasa bersalahku dengan mengatas namakan suratan takdir itu.

Cukup lama aku termenung di Cafe itu, bergelas-gelas kopi sudah pindah kedalam perutku. Dan langit Jakarta mulai gelap sementara hujan tak kunjung reda, istriku sempat menelpon menanyakanku, yg kujawab bahwa aku masih ditoko buku menunggu hujan reda, karna mobilku kuparkir diseberang toko buku, begitu alasanku.

Alunan musik lembut masih mengalun dari stereo di CafĂ© itu, melantunkan tembang dari Iwan fals, YANG TERLUPAKAN.. 


denting piano
kala jemari menari
nada merambat pelan
di kesunyian malam
saat datang rintik hujan
bersama sebuah bayang
yang pernah terlupakan
hati kecil berbisik
untuk kembali padanya
seribu kata menggoda
seribu sesal di depan mata
seperti menjelma
saat aku tertawa
kala memberimu dosa

ooo...maafkanlah
ooo...maafkanlah

rasa sesal di dasar hati
diam tak mau pergi
haruskah aku lari dari
kenyataan ini
pernah kumencoba tuk sembunyi
namun senyummu
tetap mengikuti







0 Comments
Tweets
Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar